July 13, 2020

Back to Senses: Ternyata Bau Badan Nunjukkin Kepribadian Kita Loh!

Hola! Dalam beberapa topik ke depan, mungkin aku bakal ngebahas soal rahasia-rahasia kecil yang dimiliki oleh indera kita. Aku emang tertarik banget-bangetan sama apapun yang berbau biologi dan anak-anaknya – well, my dream was being a doctor but reality hits me. Jadi, karena gak kesampean akhirnya aku belajar sendiri deh 😂 

Indera pertama yang bikin aku kepo setengah mati adalah olfactory sense atau indera penciuman. Sering kepikiran gak sih, kenapa tiap orang punya bau badan beda-beda? Atau kenapa aroma tertentu bisa ngingetin kita sama seseorang, situasi atau suatu kejadian? Disini aku bakal jelasin secara umum apa yang menjadi penyebab pertanyaan-pertanyaan itu timbul dalam pikiran kita. 

Secara singkat, bau merupakan molekul kecil yang terdapat di udara. Bau akan memasuki rongga hidung dimana terdapat reseptor yang dapat mengikat dan mendeteksi berbagai aroma – ada juga rambut halus dan silia yang sangat reseptif terhadap variasi molekul bau dan berperan sebagai ‘sapu’ terhadap kotoran yang masuk bersama udara – yang kemudian ditransmisikan menuju olfactory bulb. Sinyal yang diterima akan dikirimkan ke daerah otak terdekat dimana informasi bau dan rasa tercampur. 

Setiap orang memiliki susunan asam amino berbeda, dan setidaknya ada sekitar 400 reseptor penciuman yang kita miliki yang diantaranya terdapat 900.000 variasi genetik – dari sini kita bisa merasakan suatu aroma khusus yang dimiliki oleh diri kita masing-masing. Gak jarang juga kita nemuin suatu kondisi dimana bau yang kita sukai, malah menjadi salah satu aroma yang paling dihindari temen kita. Keadaan ini akhirnya dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Matsunami. Ia menemukan bahwa setiap individu memiliki tingkat dan jumlah reseptor berbeda – ini berarti ketika kita mencium sesuatu, reseptor yang diaktifkan dalam diri kita bisa berbeda dengan reseptor yang diaktifkan pada sistem penciuman orang lain, tergantung pada gen kita masing-masing. Karena tiap orang punya jumlah reseptor yang berbeda, kapasitasnya pun berbeda. Misal aku punya lebih banyak reseptor buat bau hujan – yang berarti bisa mencium aroma ‘terkecil’ dari hujan – tapi gak menutup kemungkinan aku punya lebih sedikit reseptor pada aroma tertentu dibandingkan orang lain.



Menyambung penjelasan diatas, olfactory bulb memiliki koneksi langsung ke area hippocampus dan amygdala melalui thalamus, dimana kedua area ini sangat terlibat dalam aspek emosi dan kenangan. Herz dan rekannya dari Brown University membuktikan adanya korelasi antara intensitas emosional dari kenangan yang dipicu oleh penciuman dan aktivasi amygdala – bau yang memicu ingatan emosional yang kuat dapat meningkatkan aktivitas di area otak yang berkontribusi pada emosi dan ingatan. Aroma khas dari bayi yang baru lahir pun dapat mengaktifkan sirkuit neurological reward pada ibu yang berkaitan dengan penghargaan, sehingga dapat menciptakan hubungan emosional antara ibu dan anak. Keren banget gak sih? 😂 

Terus kenapa ya, suatu parfum bisa ngeluarin aroma berbeda padahal dipake sama orang yang sama? Kebanyakan produk parfum memiliki tiga bagian aroma yang akan dihasilkan ketika parfum menguap dari kulit kita. Pada 15 menit pertama setelah pengaplikasian, kita bakal mencium aroma top notes – biasanya cenderung ringan dan menghilang dengan cepat seperti bau sitrus. Middle notes akan muncul sekitar 2 jam setelah pemakaian pertama, karena senyawa yang digunakan membuat aroma tersebut menguap lebih lambat. Terakhir ada base notes, yang akan tetap ada pada kulit kita setelah 5 jam penyemprotan. Durasi ketahanan bahan kimia pada parfum yang bercampur dengan senyawa kimia yang dimiliki kulit kita seiring waktu akan berubah, tergantung oleh beberapa faktor seperti panas, kelembapan, keringat, obat-obatan yang kita konsumsi, jenis diet yang kita terapkan, lingkungan, hingga usia. Jadi, lebih baik untuk menguji parfum di kulit dan beri sedikit waktu agar aroma berkembang – bisa keliling department store, makan, atau nonton – sebelum akhirnya memutuskan untuk membelinya. 

But surprisingly, we can predict someone personality through their smell! Ini yang bikin aku nganga selama ngelakuin riset. Sorokowska dalam penelitiannya menemukan kalau beberapa kepribadian tertentu bisa diidentifikasi melalui bau badan mereka sendiri. Ia dan rekannya mengumpulkan sampel keringat dari 30 partisipan pria dan 30 partisipan wanita. Mereka – yang dilabeli sebagai donor bau – diminta untuk mengenakan kaus katun selama 3 hari berturut-turut, yang nantinya akan dinilai oleh 100 pria dan 100 wanita. Hasil tersebut akan dibandingkan dengan self-assessment yang dilakukan oleh donor bau. 

Mau tau hasilnya? Mereka menemukan adanya hubungan kuat antara bau badan dengan tiga tipe kepribadian; neuroticism, ekstraversi (ekstrovert), dan dominan. Neuroticism sendiri merupakan suatu kecenderungan untuk mengalami emosi-emosi negatif, salah satunya adalah kegelisahan atau depresi. 

Hormon serotonin berperan dalam pengendalian emosi negatif (neuroticism), sedangkan dopamin dianggap memiliki kaitan kuat dengan emosi positif (ekstraversi). Kedua hormon ini berkontribusi dalam produksi keringat. Dalam dimensi emosional, neuroticism dan ekstraversi dapat meningkatkan intensitas keringat dan memodifikasi bacterial flora di aksila (ada di sekitar ketiak) sehingga dapat menghasilkan bau badan tertentu. 

Untuk perilaku dominan dapat dipengaruhi oleh kenaikan kadar testosteron dan metabolitnya – hormon ini dapat merangsang kenaikan sebosit dan mempengaruhi fungsi kelenjar keringat apokrin. Sifat dominan mencerminkan kualitas genetik pria, sehingga hal ini berbanding lurus dengan tingginya tingkat testosteron. Jadi, bisa ditarik kesimpulan kalau tiga kepribadian ini bisa menghasilkan aroma tubuh yang lebih kuat dibandingkan sifat yang lain. 

Secara gak sadar ternyata berbagai aroma yang kita hirup dan kita miliki memberikan arti khusus dan indera penciuman kita ternyata bekerja SEHEBAT ITU! Gila sih tiap nemuin satu fakta baru pasti geleng-geleng kepalaku 😭 

Oh iya, sebenernya aku lagi ngerjain fiction project – ini salah satu alasan kenapa ada spare waktu yang lumayan panjang dari tiap posts lol – yang bakal aku tulis per chapter (and trust me, it will become a long series). Asli, untuk nulis fiksi bisa dibilang aku masih bener-bener ‘buta’ banget dan pasti keliatan pemulanya. Jadiiii, mohon dukungannya yaa dan sampe ketemu lagi di tulisan selanjutnya, buh-bye! 


Sources: 
Blumenrath, S. (2020, January 17th). How Taste and Smell Work 
Duke University. (2013, December 13th). No two people smell the same 
Griffiths, S. (2013, December 16th). How no two people have the same sense of smell: Tiny DNA difference determines someone finds an aroma delicious or disgusting 
Havlicek, J. et al., (2005). Women’s preference for dominant male odour: effects of menstrual cycle and relationship status. Biology Letters, 1(3), 256-259 
Herz, Rachel S., et al., (2004). Neuroimaging evidence for the emotional potency of odor-evoked memory. Neuropsychologia, 42(3), 371-378 
Kirkpatrick, K. (2012, September 17th). Why can one perfume produce different scents on the same person? 
Lundström, J. N., et al., (2013). Maternal status regulates cortical responses to the body odor of newborns. Frontiers in Psychology, 4 
Matsunami, H., et al. (2013). The missense of smell: functional variability in the human odorant receptor repertoire. Nature Neuroscience, 17(1), 114-120 
Sorokowska, A., et al., (2011). Does Personality Smell? Accuracy of Personality Assessments Based on Body Odour. European Journal of Personality, 26(5), 496-503

Post a Comment

Instagram